Assalamu’alaikum Bunda Ayah kembali lagi bersama kami…
tidak bosan kami membagikan banyak ilmu yang bermanfaat terutama untuk kesehatan. Melanjutkan pembahasan kami tempo hari tentang serba serbi dan manfaat khitan, kali ini kami akan membawakan artikel berjudul apa saja sih mitos-mitos yang beredar di masyarakat tentang khitan.
Seperti kita ketahui sering sekali rumor dan mitos beredar disekeliling kita tanpa tau apakah itu sebuah kebenaran atau hanya mitos yang dibuat-buat karena sebuah ketidaktahuan akan sesuatu yang sedang ramai dibicarakan. Untuk itu artikel ini akan menjawab mitos-mitos tentang khitan yang beredar sejak lama di masyarakat terutama di Indonesia.
Mari kita bahas :
- Mitos pantangan memakan daging, ikan dan telur karena menghampat penyembuhan luka
Proses penyembuhan luka tidak cukup hanya dengan menunggu proses regenerasi selnya sendiri. Namun dipengaruhi juga oleh faktor endogen seperti umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan dan kondisi metabolik. Nutrisi yang baik dibutuhkan untuk penyembuhan luka, seperti luka tekan, luka bedah, luka trauma, luka dekubitus maupun luka kronis lainnya. Gangguan nutrisi atau malnutrisi akan menyebabkan penurunan anabolisme. Penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat, karena proses fisiologis penuembuhan luka tergantung pada tersedianya protein, vitamin (terutama A dan C) dan mineral. Selain itu kolagen merupakan protein yang terbentuk dari asam amino yang diperoleh dari protein yang dimakan. Vitamin C juga diperlukan untuk mensintesis kolagen.
Sumber protein ada protein hewani (ikan, udang, kerang, kepiting, daging ayam, hati, telur, susu dan keju) dan protein nabati (kacang tanah, kacang merah, kacang hijau, kedelai, tahu dan tempe. Sumber protein yang paling lengkap terkandung dalam susu, telur dan keju. Ketiganya mengandung pula zat kapur, zat besi dan vitamin B. makanan tinggi protein sangat dianjutkan dalam penyembuhan luka karena akan mempercepat proses pertumbuhan jaringan.
- Mitos Khitan Membuat tubuh bertambah tinggi
Pertumbuhan erat kaitannya dengan 3 hal yaitu faktor genetic, faktor hormonal dan faktor lingkungan. Sifat dari pewarisan genetik pertumbuhan merupakan salah satu factor utama. Namun sangat besar dipengaruhi juga oleh faktor-faktor variasi lingkungan seperti pola makan anak, aktivitas anak, status sosial ekonomi orang tua serta tingkat kesehatan anak. Sedangkan untuk faktor hormonal yang berperan yaitu human growth hormone (HGH). HGH adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari. Yang memastikan agar anak berkembang secara normal.
Kemudian juga terdapat fakta bahwa anak laki-laki rata-rata disunat menjelang masa pre-pubertas dan cenderung mendekati masa pubertas. Sehingga pada masa-masa tersebut akan mengalami pertumbuhan yang drastis. Jadi, merupakan hal yang kurang tepat jika menyebutkan bahwa khitan membuat anak tinggi.
- Mitos Dikhitan jin
Dimasyarakat juga tersebar mitos bahwa terdapat orang yang disunat oleh jin. Tiba-tiba kulup yang menutup gland penis menghilang. Ini bukanlah karena disunat oleh jin, tapi merupakan suatu kelainan pada penis berupa parafimosis. Kelainan ini menyebabkan kulup yang tadinya menutupi gland penis tiba-tiba tertarik kebelakang sampai melewati dari kepala penis. Sehingga tampak seperti sudah disunat. Parafimosis dapat menimbulkan komplikasi serius jika tidak segera ditangani yaitu akan menyebabkan menurunnya aliran darah ke bagian penis.
- Mitos Khitan saat dewasa akan membuat alot kulit kulup
kulup penis seiring dengan bertambahnya usia akan mengalami pertambahan jaringan kolagen. Jaringan ini yang akan menyebabkan bertambah kenyalnya kulup. Maka disarankan untuk di khitan sesegera mungkin setelah proses kelahiran. Hal ini di maksudkan agar proses penyembuhan luka yang terjadi pada anak akan lebih cepat pulih dan mengurangi resiko rasa takut dan trauma pada anak. Jika khitan ditunda sampai usia dewasa dikhawatirkan akan timbul berbagai penyakit seperti infeksi saluran kencing, balanoposthitis dan utamanya adalah fimosis. Hal ini juga akan mempersulit proses khitan.
- Mitos Khitan dapat mengganggu fungsi seksual
Terdapat pendapat di masyarakat tentang hal ini, faktanya adalah berdasarkan penelitian tahun 2013 menunjukan bahwa tidak terdapat bukti ilmiah yang nyata yang menunjukan bahwa khitan berpengaruh terhadap fungsi seksual, nyeri, sensitivitas dan kenyamanan saat berhubungan seksual.
Kemudian berdasarkan penelitian tahun 2016 membandingkan sensitivitas penis pada 20 pria yang di sirkumsisi dengan 32 pria tanpa sirkumsisi berumur antara 18-37. Hasil penelitiannya adalah terdapat perbedaan yang minimal antara sensitivitas penis antara penis yang di sirkumsisi dan tanpa sirkumsisi.
- Mitos Khitan sebelum akil baligh membuat sulit tinggi
Hal ini merupakan mitos karena seperti sudah dijelaskan bahwa pertumbuhan itu diperankan oleh factor genetic, hormonal dan factor lingkungan. Sehingga kurang tepat jika dikatakan khitan membuat sulit bertambah tinggi. Khitan merupakan proses pembuangan kulup yang menjadi sumber pertumbuhan kuman jika tetap dibiarkan akan mengganggu pertumbuhan karena cenderung mengganggu keseharan diri.
- Mitos Anak Gemuk tidak bisa di khitan
Mitos jika anak gemuk tidak bisa dikhitan sebenarnya tidaklah benar, yang sesungguhnya terjadi adalah penis pada anak gemuk di beberapa kasus hanya tertutup bantalan lemak tubuhnya, sehingga terlihat lebih kecil dari penis anak yang memiliki berat badan normal. Apakah anak gemuk bisa dikhitan? jawabannya tentu saja bisa, sebelum di khitan dokter akan memeriksa keadaan penis anak, apabila benar hanya tertutup bantalan lemak maka bisa dikhitan dengan metode khusus yang dianjurkan dokter.
Nah Bunda Ayah bagaimana infonya???? menarik bukan?
Semoga setelah membaca artikel ini Bunda dan Ayah menjadi paham, bahwa mitos khitan tidaklah benar dan dapat dibuktikan secara ilmiah. Jadiii, jangan ragu lagi untuk mengkhitankan anandanya ya bunda.
Sampai berjumpa di lain kesempatan, wasalamu’alaikum
Daftar Pustaka
Sinaga, jon. 2008. Tinggi badan anak ditinjau dari segi factor genetic dan lingkungan
Huda, N., Febriyanti, E., & de Laura, D. 2018. Edukasi Berbasis Nutrisi dan Budaya pada Penderita Luka Kronis
Morris, B. J., & Krieger, J. N. 2013. Does male circumcision affect sexual function, sensitivity, or satisfaction?—A systematic review
Bossio, J. A., et al. (2016). Examining penile sensitivity in neonatally circumcised and intact men using quantitative sensory testing
Besut, Daryanto. 2016. Fimosis dan Parafimosis. Indonesian Urological Association
Artaria, myrtati. 2010. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan: penelitian antropometris pada anak-anak umur 6-19 tahun