Tahukah Bunda dan Ayah bahwa semua anak laki-laki memiliki resiko mengalami Fimosis. Hal ini perlu dikenali gejalanya oleh Bunda dan Ayah agar segera mendapat penanganan yang tepat. Sebetulnya, salah satu solusi tepat untuk mengatasi fimosis adalah dengan khitan atau sunat. Tapi tidak juga dapat dilakukan di sembarang tempat, Bunda dan Ayah perlu memastikan rumah khitan atau rumah sunat yang terpercaya. Sebaiknya khitan atau sunat dilakukan oleh dokter khitan atau dokter sunat yang profesional. Bunda dan Ayah, untuk mengetahui tentang fimosis secara lebih jelas bisa disimak di artikel berikut ini.
Fimosis merupakan suatu kondisi dimana preputium tidak dapat ditarik ke belakang diakibatkan oleh karena perlengketan antara preputium dan kepala penis. Hal ini menjadi salah satu permasalahan yang umum terjadi baik pada laki-laki dewasa dan anak-anak. Fimosis dapat bersifat fisiologis maupun patologis.
Sekitar 96% anak laki-laki yang baru lahir mengalami fimosis. Secara alami akan terjadi perlengketan antara preputium dengan kepala penis ataupun penyempitan di ujung dari preputium. Ini merupakan suatu fimosis fisiologis. preputium kemudian akan dapat di tarik kebelakang seiring dengan bertambahnya usia bervariasi tiap orang antara mulai dari lahir sampai umur 18 tahun atau lebih. Namun, sekitar 2% dari laki-laki normal dapat mengalami fimosis fisiologis sepanjang hidupnya tanpa ada keluhan berarti.
Pada anak umur 1 tahun rata-rata hanya 50% yang dapat menarik preputium ke belakang dan meningkat mennjadi 89% pada usia 3 tahun. Angka kejadian fimosis yaitu 8% pada umur 6-7 tahun dan 1% pada umur 16-18 tahun. Pada laki-laki dewasa cenderung merupakan fimosis patologis dan lebih sering terjadi pada yang belum dilakukan sirkumsisi akibat masalah hygiene. Pada pria dewasa yang tidak disirkumsisi angka kejadiannya meningkat 8% hingga 23%. Apabila tidak ditangani menyebabkan infeksi saluran kemih berulang, balanoposthitis dan parafimosis.
Penyebab dari fimosis yaitu sebagai berikut:
- Bayi baru lahir, merupakan suatu fisiologis fimosis akibat perlengkatan alami dan ujung preputium (preputial tip) sempit.
- Menarik kulit preputium secara paksa menyebabkan perlukaan dan membentuk jaringan sikatrik
- Hygiene yang buruk menyebabkan Infeksi pada kepala penis (balanitis), Infeksi preputium (posthitis) maupun infeksi pada kepala penis dan preputium (balanoposthitis) berulang
- Diabetes mellitus merupakan predisposisi karena urin pasien diabetes cenderung mengandung glukosa jika tertinggal pada preputium dalam dapat memicu terjadinya pertumbuhan kuman menyebabkan infeksi
- Balanitis xerotica obliterans (BXO), peradangan kronik progresif pada preputium, gland, dan kadang termasuk uretra. Peradangan menyebabkan perlukaan dan terbentuk jaringan sikatrik sehingga menyebabkan penyempitan (stenosis) yang tampak pucat pada preputium.
- Pemasangan dari kateter urin berulang
Gejala umum yang dapat di timbulkan saat mengalami fimosis yaitu ballooning pada preputium saat berkemih, nyeri saat berkemih, iritasi kulit sampai kemerahan. Selain itu apabila terjadi terus-menerus dapat sampai menyebabkan pendarahan kulit, hematuria, infeksi saluran kemih berulang, nyeri saat ereksi maupun saat berhubungan seksual, kelemahan pancaran air kemih. Gejala lain yang dapat timbul namun jarang terjadi adalah sulit berkemih (retensi urin) dan mengompol (enuresis).
Berdasarkan penelitian Kayaba et al menganalisa dan mengklasifikasikan fimosis menjadi beberapa tipe berdasarkan dapat tidaknya ter retraksi, yaitu :
Tipe I: tidak dapat ter retraksinya peputium total
Tipe II: terlihat meatus uretra eksterna saja
Tipe III: dapat ter retraksi sampai ke setengah gland penis
Tipe IV: dapar ter retraksi sampai ke corona glandis
Tipe V: terlihatnya seluruh bagian gland penis
Pengobatan berupa sirkumsisi harus dilakukan segera apabila terjadi infeksi saluran kemih berulang dan terjadi ballooning kulit preputium saat berkemih. Kontraindikasi dilakukannya operasi merupakan infeksi lokal akut dan adanya kelainan bawaan pada penis. Pilihan lain terapi konservatif yaitu dapat dilakukan pemberian salep kortikosteroid (0,05-0,1%) dua kali sehari. Pengobatan ini tidak dianjurkan untuk bayi dan anak yang masih menggunakan popok. Namun dapat menjadi pertimbangan bagi usia mulai dari 3 tahun.
Komplikasi yang dapat terjadi pada fimosis yang tidak diobati yaitu timbulnya berbagai penyakit beberapa diantaranya adalah seperti balanoposthitis, dysuria, infeksi saluran kemih, ballooning penis, tenesmus, eneuresis, priapismus dan paraphimosis.
Setelah Bunda dan Ayah mengetahui tentang fimosis ini, ada baiknya untuk segera lakukan pemeriksaan jika Ananda mengalami gejala keluhan seperti pada artikel ini. Biasanya dokter akan merekomendasikan untuk segera berkhitan. Bunda dan Ayah, bisa juga segera berkonsultasi ke jagoan khitan untuk mendapat layanan khitan atau sunat dengan metode terbaik untuk Ananda.
Morris, Brian et al. 2019. Prevalence of Phimosis in Males of All Ages: Systematic Review. Pediatric Urology
Falcao, Bruno et al. 1018. Phimosis and Circumcision: Concepts, History, and Evolution. International Journal of Medical Reviews
Shahid, Sukhbir. 2012. Phimosis in Children. International Scholarly Research Network
Besut, Daryanto. 2016. Fimosis dan Parafimosis. Indonesian Urological Association